Malang Raya — Deretan banjir yang melanda Malang Raya dalam dua tahun terakhir kembali mengangkat isu penting mengenai keberfungsian sempadan sungai sebagai ruang keselamatan publik. Forum Brantas Malang Raya bersama Kaliku Lestari Nusantara menyerukan pemulihan menyeluruh terhadap sempadan sungai yang kini banyak berubah menjadi permukiman dan bangunan permanen.
Data Cuaca dan Banjir: Tren yang Semakin Mengkhawatirkan
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa wilayah Jawa Timur mengalami peningkatan intensitas hujan ekstrem hingga 35–45% lebih tinggi dibandingkan rerata normal pada puncak musim hujan tahun 2024–2025. Puncak hujan harian bahkan mencapai 200–250 mm, angka yang sudah masuk kategori hujan ekstrem dan sangat rawan memicu banjir.
Di sisi lain, data dari BPBD menunjukkan bahwa dalam periode Januari–November 2025, lebih dari 47 kejadian banjir tercatat di Malang Raya, meningkat hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Kombinasi hujan ekstrem dan kondisi sungai yang terganggu karena alih fungsi lahan membuat bencana semakin sulit dihindari.
Temuan Susur Sungai: Sampah, Sedimentasi, dan Menyempitnya Alur Sungai
Hasil susur sungai yang dilakukan Forum Brantas Malang Raya bersama Kaliku Lestari Nusantara memunculkan data yang cukup mengkhawatirkan:
Tumpukan sampah ditemukan di lebih dari 30 titik aliran Sungai Brantas dan anak sungainya.
Sedimentasi parah membentuk delta baru setinggi ±2 meter di beberapa lokasi seperti Desa Tegalsari, Kecamatan Kepanjen.
Penyempitan alur sungai hingga 20–30% akibat bangunan yang mendekati bahkan menjorok ke sempadan.
Vegetasi hilang di area bantaran, menurunkan kemampuan resapan air alami.
Sederet temuan tersebut menunjukkan bahwa kondisi sungai secara fisik mengalami tekanan berat.
Kutipan Kaliku: Sungai Kehilangan Ruang Geraknya
Sugeng Widodo, pendiri Kaliku Lestari Nusantara, menegaskan bahwa semua temuan ini tidak bisa dianggap sebagai kejadian biasa.
“Sungai ini kehilangan ruang geraknya. Sempadan yang seharusnya kosong kini berubah menjadi dinding beton dan atap-atap bangunan. Ketika sungai tak punya ruang, ia akan mencari jalannya sendiri — dan itulah yang kita sebut banjir.”
Sugeng menambahkan bahwa masyarakat dan pemerintah harus memahami bahwa menutup sempadan sungai sama dengan menutup jalur penyelamatan.
“Sempadan itu bukan tanah sisa. Itu jalur inspeksi, jalur evakuasi, dan ruang resapan. Ketika jalur itu hilang, keselamatan yang hilang.”
Alih Fungsi Lahan Memperburuk Situasi
Selain temuan lapangan, data akademik menunjukkan bahwa alih fungsi lahan adalah faktor signifikan penyebab banjir.
Penelitian dalam jurnal Land (2022) mengungkap bahwa perubahan tata guna lahan dari vegetasi ke permukiman meningkatkan potensi banjir hingga 60% pada wilayah DAS.
Sementara laporan Greenpeace (2025) menyatakan bahwa 70% kejadian banjir besar di Indonesia dipicu oleh alih fungsi DAS menjadi industri, permukiman, dan lahan komersial.
Kondisi serupa kini mulai terlihat di kawasan Malang Raya, terutama di bantaran Brantas Hulu hingga hilir.
Pentingnya Mengembalikan Fungsi Sempadan Sungai
Para pemerhati lingkungan mengingatkan bahwa sempadan sungai memiliki fungsi ganda:
Zona penyangga banjir
Vegetasi sempadan dapat menyerap 20–30% limpasan air hujan.
Jalur inspeksi
Petugas membutuhkan ruang kosong untuk membersihkan sedimen, pohon tumbang, atau sampah yang menyumbat aliran.
Jalur evakuasi darurat
Ketika debit naik tiba-tiba, jalur sempadan adalah rute penyelamatan warga.
Wilayah konservasi
Banyak flora-fauna sungai bergantung pada ruang tepian sebagai habitat.
Jika kawasan ini dipadati bangunan, semua fungsi tersebut hilang.
Seruan Kolaborasi: Pemerintah, Komunitas, dan Masyarakat
Kaliku Lestari Nusantara menyerukan agar:
Pemerintah mempertegas penegakan aturan sempadan sungai.
Penataan ulang kawasan bantaran menjadi program prioritas.
Edukasi publik diperkuat di semua lapisan masyarakat.
Komunitas lingkungan dilibatkan dalam inspeksi rutin sungai.
Sugeng Widodo menutup pernyataannya dengan pesan tegas:
“Kita tidak bisa menunggu bencana yang lebih besar untuk sadar. Sungai harus dipulihkan, dan sempadannya harus dikembalikan. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?”
Dengan cuaca ekstrem yang semakin sering dan perubahan iklim yang terus berkembang, pemulihan fungsi sempadan sungai menjadi langkah strategis yang tidak bisa ditunda. Menjaga sungai berarti menjaga kehidupan.
0Komentar