Malang – Hujan deras yang mengguyur wilayah selatan Kabupaten Malang akhir pekan ini kembali membawa duka bagi warga Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Sungai Panguluran meluap, merendam rumah-rumah dan lahan pertanian warga. Bagi mereka, banjir bukan lagi bencana yang mengejutkan, melainkan rutinitas pahit yang terus berulang setiap musim penghujan.
“Air naik cepat sekali. Dalam hitungan jam rumah sudah terendam,” tutur Siti, warga RT 3 RW 4 Sitiarjo, sambil menunjukkan perabot rumah tangganya yang terendam lumpur. Ia mengaku sudah terbiasa menyelamatkan barang-barang penting sejak langit mulai digelayuti awan gelap.
Menurut warga, kondisi banjir semakin parah dalam beberapa tahun terakhir. Hutan di kawasan hulu yang dulu menjadi penahan air kini semakin menyusut akibat alih fungsi lahan. “Dulu masih banyak pohon besar, jadi air bisa tertahan. Sekarang sudah banyak dibuka, ya akhirnya banjir semakin sering,” ujar Slamet, tokoh masyarakat setempat.
Para pakar lingkungan menilai, masalah ini tidak bisa diatasi hanya dengan membangun tanggul atau meninggikan badan jalan. Solusi jangka panjang terletak pada upaya mengembalikan fungsi kawasan resapan air. Rehabilitasi hutan, pembatasan alih fungsi lahan, serta tata ruang yang berpihak pada kelestarian alam harus segera dijalankan.
Warga Sitiarjo berharap pemerintah tidak sekadar datang setelah banjir terjadi, tetapi benar-benar melakukan langkah nyata. “Kami ingin anak cucu nanti tidak lagi hidup dalam ketakutan setiap musim hujan. Sungai ini harus kembali seperti dulu, memberi kehidupan, bukan mendatangkan bencana,” kata Slamet dengan nada lirih.
Banjir Sungai Panguluran menjadi pengingat bahwa menjaga keseimbangan alam bukan pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Tanpa kesadaran bersama dari seluruh pihak, Sitiarjo akan terus menjadi saksi luka tahunan akibat ulah manusia.
0Komentar